Wednesday, 03 July 2024

AEPI: Enak Betul BUMN, Utangnya Tembus Rp10.000 Triliun Ditanggung Negara

AEPI: Enak Betul BUMN, Utangnya Tembus Rp10.000 Triliun Ditanggung Negara


Analis Asosiasi Politik dan Ekonomi Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengkritik BUMN yang suka ‘ngemis’ uang negara melalui program PMN (Penyertaan Modal Negara) karena terlilit utang jumbo.

“Sekarang ini terbalik. BUMN menumpang hidup kepada masyarakat, mencari uang dengan menjual barang dan jasa kepada masyarakat, pasarnya diberikan pemerintah. Sadisnya lagi, BUMN disuntik uang setiap tahun. Kalau tidak bisa bangkrut karena tak kuat bayar utang,” kata Salamuddin, Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Tahun terus berganti, utang BUMN terus menumpuk. Pada 2021, menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), utangnya mencapai Rp7.238 triliun, kemudian naik menjadi Rp7.857 triliun pada 2022. Dalam setahun, utang BUMN nambah Rp619 triliun. “Tahun ini, mungkin utang BUMN mencapai Rp9.000 hingga Rp10.000 triliun,” ungkap Salamuddin.

“Ini logikanya dari mana? Sudah diperbolehkan ngutang tapi masih minta uang ke negara. Karena boleh tarik utang dan cari untung, BUMN itu seharusnya setor uang sebesar-besarnya ke negara. Itulah maksudnya cabang produksi yang penting harus dikuasai negara. Bukan sebaliknya BUMN minta uang dari negara,” imbuhnya.

Tiap tahun, lanjut Salamuddin, BUMN mengemis uang dari negara atas nama Penyertaan Modal Negara (PMN). Dipilih narasi ‘mengemis’ karena ketika pemerintah mengguyur dana PMN, porsi sahamnya di BUMN itu tidak bertambah juga.

“Berarti itu mengemis uang dari negara. Tiap tahun negara memberikan puluhan triliun. Pada 2020, PMN digelontorkan Rp45,1 triliun. Setahun kemudian meroket Rp93,1 triliun,” kata Salamuddin.

Selanjutnya turun menjadi Rp38,4 triliun pada 2022. Kemudian naik tipis menjadi Rp41,3 triliun pada 2023. Tahun ini, pemerintah siapkan Rp13,6 triliun untuk PMN. “Tahun depan, rencananya akan diberikan Rp44,2. Enak betul BUMN itu,” kata dia.

Baca Juga:  BRI Ungguli Starbucks dan Uber dalam Forbes The Global 2000

Dikatakan Salamuddin, BUMN bak anak emas karena diberikan fasilitas, insentif, kemudahan berusaha, pajak, kemudahan mendapatkan proyek bahkan diasupi uang negara. Beda dengan swasta atau asing yang harus berjuang sendiri.

“Ini maksudnya apa? Bukankah BUMN ditugaskan negara untuk mengelola sumber daya alam, menguasai banyak cabang produksi, mengekspor hasil produksi, menghasilkan duit untuk negara yang selanjutnya dikembalikan kepada rakyat. Tapi sekarang malah sebaliknya,” ungkap Salamuddin.