Rabu, 21 Des 2022 – 11:54 WIB
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) Reni Kusumowardhani saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (21/12/2022). (Foto: Inilah.com/Safarian Shah)
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) Reni Kusumowardhani mengungkap sosok terdakwa Ferdy Sambo menggunakan metode pemeriksaan psikologi forensik dan mengaitkannya dengan perkara pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hasilnya, Ferdy Sambo dinilai sosok dengan kecerdasan di atas rata-rata dan ketekunan dalam bekerja yang didorong motivasi untuk berprestasi.
“Kemampuan abstraksi, imajinasi, dan kreativitasnya sangat baik. Secara umum cara berpikirnya lebih ke arah praktis ketimbang teoritis. Pola kerjanya tekun, motivasinya berprestasinya tinggi untuk mencapai target yang melebihi dari target yang diberikan kepadanya. Itu secara umum,” kata Reni saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli di sidang lanjutan perkara Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jaksel, Rabu (21/12/2022).
Reni menjelaskan, di balik kecerdasan dan keunggulan lainnya, tipe kepribadian Ferdy Sambo bertolak belakang dengan gambaran pribadi secara umum. Sebab, secara khusus Ferdy Sambo merupakan individu yang kurang percaya diri dan membutuhkan orang lain dalam bertindak dan mengambil keputusan. Bahkan, ia membutuhkan figur orang lain untuk membuatnya nyaman dan terlindungi.
“Pak FS ini merupakan individu yang kurang percaya diri dan membutuhkan dukungan orang lain di dalam bertindak dan mengambil keputusan. Terutama untuk hal-hal yang besar. Ada pengalaman kecil yang membuat dia merasa nyaman apabila ada orang-orang yang melindungi di sekitarnya,” jelas Reni.
Kepatuhan dan Kemungkinan Melanggar
Kemudian, Ferdy Sambo juga sosok yang patuh ke dalam aturan dan norma yang ada di masyarakat. Namun, Reni menegaskan bahwa hal itu tak menutup kemungkinan bahwa Ferdy Sambo dapat melakukan pelanggaran terhadap aturan maupun norma.
“Jadi bukan berarti yang bersangkutan tidak mampu melanggar norma dan menggunakan kecerdasannya untuk melindungi diri di dalam situasi terdesak,” ujar Reni menegaskan.
Ferdy Sambo yang lahir di Barru, Sulawesi Selatan, ini juga memaknai budaya secara teguh yakni Siri Na Pace dalam mengambil keputusan dan mempertimbangkan sejumlah hal.
“Sebagai orang Sulawesi Selatan yang hidup dalam budaya yang teguh memegang budaya Siri Na Pace. Ini memang mempengaruhi bagaimana pertimbangan keputusan dan emosi serta kepribadian dari bapak FS (Ferdy Sambo),” imbuh dia.
Oleh karena itu, atas dasar hal tersebut, lanjut Reni, Ferdy Sambo bakal merasa harga dirinya terganggu. Bila kehormatannya pun ikut terganggu. Maka, hal tersebut dapat memicu emosi yang meledak-ledak dari Ferdy Sambo.
“Harga dirinya terganggu apabila kehormatannya itu terganggu seperti itu. Dan kemudian dapat menjadi orang yang dikuasai emosi, tidak terkontrol, tidak dapat berpikir panjang terhadap tindakan yang dilakukan,” kata Reni menambahkan.
Safarian Shah