Kerja keras pemerintah dan seluruh stakeholder selama dua tahun penanganan pandemi COVID-19 patut mendapat penghargaan.
Namun, kerja keras pemerintah bersama masyarakat dalam rangka memerangi pandemi ini belum usai. Meskipun saat ini kasus sudah melandai, namun dunia tengah bersiap menghadapi gelombang ke-3.
Oleh sebab itu, munculnya isu pergantian menteri dengan fitnah penanggung jawab penanganan pandemi harus di buang jauh-jauh.
“Apalagi saya lihat isu ini semata-mata diluncurkan hanya untuk menyalurkan hasrat politik terkait ilusi akan adanya reshuffle,” kata Sekjen Barikade 98 Arif Rahman kepada wartawan, Kamis (4/11/2021).
Arif menyayangkan isu-isu murahan ini digunakan untuk mendorong wacana pergantian kabinet tanpa mempertimbangkan dampak psikologis ke masyarakat. “Isu-isu yang digunakan pun sebenarnya lemah dan tidak punya fakta, namun karena disajikan dengan bahasa yang mencekam oleh media dan diamplifikasi oleh buzzer, maka seolah-olah yang diberitakan ini adalah sebuah fakta,” ujarnya.
Dia menukil salah satu isu tentang harga PCR yang terlalu mahal, terutama jika dibandingkan dengan India yang hanya Rp96 ribu. Dia menegaskan, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, swab test India menggunakan produk dalam negeri yang belum tersertifikasi internasional. Padahal, jika dibanding negara-negara di dunia, Indonesia termasuk 10% negara dengan tarif swab paling terjangkau. Pasca instruksi Presiden Joko Widodo, tarif tes PCR tidak boleh lebih dari 300rb rupiah. Arif mencontohkan harga disjumlah negara, Malaysia: RM 150 atau setara dengan 513.218 IDR, Singapura: 125 SGD-160 SGD atau setara dengan 1.318.000 IDR-1.687.000 IDR, Filipina: 2.460 PHP – 3.360 PHP atau setara dengan Rp689.000 – Rp945.000, Vietnam: 734.000 VND atau setara dengan 455.000 IDR, Thailand: 4.000 TBH atau setara dengan 1.700.000 IDR.
“Saya mengutuk siapapun yang mengusung isu ini, karena ini secara langsung merusak kredibilitas pemerintah dalam menangani pandemi,” ujar staf khusus Wapres ini.
Kunci dari keberhasilan penekanan korban di pandemi gelombang I dan II adalah adanya kepercayaan masyarakat dan gotong royong antara pemerintah dan sesama masyarakat. Sehingga kerja penanganan termasuk vaksinasi, bisa berjalan masif.
Arif menegaskan pihaknya kini tengah mengerahkan upaya untuk mentracing isu ini. Sebab, jika akibat isu ini, masyarakat menjadi antipati pada pemerintah yang berujung ledakan kasus COVID-19 gelombang ketiga. Maka, pihaknya akan mengambil tindakan tegas.
Dia menegaskan pihaknya tidak antipati dengan reshuffle, sepenuhnya itu merupakan hak presiden. Menteri yang jelek pasti akan direshuffle. Tetapi, kata dia, jangan mengorbankan jiwa rakyat untuk mengejar ambisi politik. Kenapa tidak menggunakan parameter kinerja menteri untuk mengukur reshuffle.
“Kita siap diskusi terbuka untuk mengevaluasi kinerja kabinet, sepanjang menggunakan data-data sahih. Kami menghindari debat kusir,” tandasnya.