Wednesday, 03 July 2024

Awal Berkuasa Prabowo Harus Bayar Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun

Awal Berkuasa Prabowo Harus Bayar Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun


Ada informasi tak enak untuk Prabowo Subianto, presiden terpilih 2024-2029. Awal berkuasa, dia harus bongkar brangkas negara untuk membayar utang jatuh tempo 2025, senilai Rp800 triliun.  

Angka ini cukup besar, karena 4 kali lebih subsidi energi (LPG 3 kg, BBM dan listrik) 2024 yang ditetapkan Rp186,9 triliun.  

Namun, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menyebut, tidak perlu khawatir dengan utang jatuh tempo 2025. Profilnya sangat kecil jika perekonomian Indonesia bisa meroket. Syaratnya minimal dua, yakni APBN yang kredibel serta stabilnya politik.

“Sehingga jatuh tempo (utang) yang seperti kelihatan tinggi itu, tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal ekonomi dan politik tetap sama,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Dalam paparan, Sri Mulyani memberikan penjelasan secara detail terkait utang jatuh tempo 2025 senilai Rp800,33 triliun. Terdiri dari jatuh tempo Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun, dan jatuh tempo pinjaman sebesar Rp94,83 triliun.

Sri Mulyani menerangkan, tingginya utang jatuh tempo utang pada tahun depan, dipicu penarikan utang yang jor-joran saat pandemi COVID-19 (2020-2021).

“Jangan lupa pandemi COVID-19 yang waktu itu hampir membutuhkan Rp1.000 triliun belanja tambahan dana untuk menambah belanja sebesar itu pada saat penerimaan negara turun 19% karena ekonominya berhenti waktu itu,” katanya.

Ia menjelaskan, penarikan utang yang tinggi ini berasal dari skema burden sharing bersama dengan Bank Indonesia (BI). Skema burden sharing atau berbagai beban ini, mengatur kewajiban BI membeli SUN (Surat Utang Negara) atau SBSN (Surat berharga Syariah Negara) yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana secara langsung,

Burden sharing itu menggunakan Surat Utang Negara (SUN) yang maturitasnya maksimal 7 tahun. Jadi kalau maksimum jatuh tempo dari pandemi kita itu semua di 7 tahun.  Dan memang ini sekarang konsentrasi di 3 tahun,” kata Sri Mulyani.

Baca Juga:  Ajukan Mundur dari OIKN Duluan, Dhony Rahajoe Bilang Begini

“Ini yang kemudian menimbulkan persepsi kok banyak sekali utang numpuk karena itu adalah biaya pandemi yang mayoritas kita issue surat utangnya berdasarkan agreement  waktu itu Komisi XI dengan BI untuk melakukan burden sharing,” imbuh Sri Mulyani.