Sudah ada niatan dari Ricky Rizal untuk menghabisi nyawa Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat, saat perjalanan dari Magelang ke Jakarta.
Fakta itu diungkap oleh Bharada E atau Richard Eliezer saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus Brigadir J, di PN Jakarta Selatan pada Rabu (30/11/2022).
Menurutnya, hal itu berdasarkan dari pengakuan Ricky Rizal saat berbicara empat mata dengannya. Lebih lanjut diceritakan, niatan itu muncul saat Ricky sedang berkendara berdua Brigadir J dari Magelang ke Jakarta.
Dalam perjalanan itu, sempat terbesit di benak Ricky untuk menabrakan mobil yang di kendarai ke arah sisi kiri. Mengingat pada saat itu, posisi Brigadir J sedang tertidur di bangku penumpang sebelah kiri.
“Ricky ngobrol blak blakan sbenarnya rencana pengen gerakin mobil, pengen nabrakin mobil. Bang Yos tidur dan di sebelah kiri. Pengen nabrakin mobil di sisi kiri. Ini di perjalanan dari Magelang ke Jakarta,” ungkapnya di ruang sidang.
Dari cerita yang dia terima itu, Bharada E menjadi yakin ada sesuatu hal yang diketahui Ricky ihwal peristiwa yang terjadi di Magelang. Sebab, sudah ada niatan mencelakai Brigadir J. “Saya berpikir. Dalam pikiran saya, ini berarti sudah (ada sesuatu) dari Magelang,” ujarnya.
Pengakuan ini langsung disanggah Jaksa dengan sebuah peringatan. Bharada E diingatkan untuk berkata jujur saat memberikan keterangan, ia diminta bertanggungjawab atas apa yang telah disampaikan di muka persidangan. “Siap, bisa. Saya sudah disumpah,” jawab Richard menanggapi peringatan Jaksa.
Seperti diketahui, perkara pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat menyeret lima orang tersangka yang kini berstatus terdakwa lantaran dalam proses persidangan. Kelima terdakwa yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.
Pembunuhan berencana Brigadir J terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Pancoran, Jaksel, Jumat (8/7/2022). Saat itu, Ferdy Sambo menjabat Kadiv Propam Polri. Kelima terdakwa dikenakan pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Mereka terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.