Thursday, 10 July 2025

Ini Pekerjaan yang Paling Banyak Kena PHK Sepanjang 2024

Ini Pekerjaan yang Paling Banyak Kena PHK Sepanjang 2024

Kabar buruk tak henti-hentinya menerpa dunia kerja di Tanah Air. Kondisi ekonomi global yang masih ‘sakit-sakitan’ ternyata berefek langsung pada nasib para pekerja. Angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor bisnis terus merangkak naik, bikin cemas para pencari nafkah.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, sampai Mei 2025 saja, total angka PHK di Indonesia sudah tembus 26.455 orang! Jumlah ini jelas melonjak tajam dibanding tahun sebelumnya. Wajah-wajah baru yang menganggur semakin banyak, menambah daftar panjang PR pemerintah.

PHK paling ganas ternyata terjadi di tiga wilayah utama: Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau. Kemnaker membocorkan beberapa alasan di balik maraknya ‘pemangkasan’ karyawan ini. Mulai dari transformasi teknologi yang bikin posisi tertentu jadi tak relevan, hingga gelombang digitalisasi yang mengubah cara kerja perusahaan.

Laporan terbaru dari Jobstreet, bertajuk ‘Hiring, Compensation, and Benefits 2025‘, semakin menguatkan fakta pahit ini. Data mereka mengungkap, ada 42 persen perusahaan yang terpaksa mengurangi jumlah karyawannya.

Pengurangan ini dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari PHK langsung, sampai memilih untuk tidak mengisi lagi posisi karyawan yang sudah pensiun. Praktis, lapangan kerja yang tersedia makin sedikit.

“Karyawan tetap penuh waktu menyumbang porsi terbesar dari karyawan yang diberhentikan pada tahun 2024, yaitu sebesar 27 persen. Diikuti oleh karyawan paruh waktu, kontrak, dan temporer,” demikian hasil laporan Jobstreet, gamblang menunjukkan siapa saja yang paling rentan.

Baca Juga:  RI Resmi Kena Tarif Impor 32 Persen, Prabowo Perintahkan Airlangga Terbang ke AS

Ini Dia 10 Pekerjaan yang Paling Banyak Dipangkas Perusahaan Sepanjang 2024 Versi Jobstreet:

1. Admin dan SDM (29 persen): Posisi-posisi ini memang paling mudah digantikan otomatisasi atau dirampingkan fungsinya.

2. Management (22 persen): Ketika perusahaan merestrukturisasi atau ingin mengurangi biaya, level manajerial seringkali jadi sasaran.

3. Akuntansi (16 persen): Fungsi ini juga rentan digitalisasi dan efisiensi.

4. Marketing/Branding (15 persen): Perusahaan mungkin mengalihkan fokus atau mengurangi anggaran di area ini saat kondisi sulit.

5. Manufaktur (14 persen): Sektor padat karya ini selalu rentan terhadap otomatisasi dan efisiensi produksi.

6. Sales/Business Development (12 persen): Meskipun vital, restrukturisasi bisa membuat tim ini ikut dipangkas.

7. Corporate Sales/Business Development (11 persen): Mirip dengan di atas, tapi lebih spesifik di level korporat.

8. Information Technology/IT (10 persen): Meski tampak modern, pekerjaan IT tertentu bisa di-outsource atau diotomatisasi.

9. Engineering (10 persen): Proyek yang ditunda atau dibatalkan langsung berdampak pada insinyur.

10. Legal/Compliance (8 persen): Fungsi pendukung ini juga tak luput dari efisiensi biaya.

Mengapa PHK Massal Terjadi? Ini 6 Alasan Utamanya:

Jobstreet juga membeberkan enam alasan utama mengapa perusahaan terpaksa melakukan PHK. Ini bukan sekadar keputusan sepihak, tapi seringkali demi bertahan hidup di tengah badai ekonomi:

Baca Juga:  Hari Kewirausahaan Nasional, Kadin Soroti Manfaat UMKM dalam Kemajuan Ekonomi

1. Mengurangi biaya operasional: Ini alasan klasik. Ketika profit menipis, memangkas gaji dan tunjangan karyawan adalah jalan pintas.

2. Perkiraan kondisi ekonomi yang semakin memburuk: Perusahaan antisipasi duluan, main aman sebelum badai benar-benar menerpa.

3. Menerapkan model kepegawaian yang lebih fleksibel: Ini tren. Perusahaan lebih suka pakai staf paruh waktu, kontrak, atau temporer agar biaya lebih ringan dan tak terikat kewajiban jangka panjang.

4. Restrukturisasi: Perusahaan merombak total struktur organisasi, seringkali berujung pada penghapusan beberapa posisi.

5. Otomatisasi pekerjaan tertentu dengan teknologi: Ini ancaman nyata. Mesin dan AI kini bisa mengerjakan apa yang dulunya butuh banyak tangan manusia. Efisien, tapi kejam bagi tenaga kerja.

6. Penggunaan tenaga outsourcing: Fungsi-fungsi non-inti seringkali dilempar ke pihak ketiga. Lebih murah, lebih praktis, tapi lagi-lagi mengurangi karyawan tetap.

Gambaran ini jelas menunjukkan, pasar kerja di Indonesia sedang menghadapi tantangan serius. Para pekerja wajib berinovasi, beradaptasi, dan mungkin, mempersiapkan diri menghadapi ketidakpastian yang bisa datang kapan saja. 

Era ‘kerja seumur hidup’ di satu perusahaan agaknya sudah jadi dongeng belaka.