Thursday, 10 July 2025

Kontroversi Proposal Nobel Perdamaian: Netanyahu Usulkan Trump di Tengah Genosida Gaza

Kontroversi Proposal Nobel Perdamaian: Netanyahu Usulkan Trump di Tengah Genosida Gaza


Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu membuat kejutan saat makan malam dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di Gedung Putih pada Senin (7/7/2025) malam waktu setempat. Netanyahu secara kontroversial menyerahkan surat nominasi untuk Penghargaan Nobel Perdamaian kepada Trump.

Tindakan Netanyahu ini sontak menuai kritik tajam dan dianggap konyol oleh berbagai pihak. Pasalnya, nominasi tersebut diajukan di tengah agresi Israel yang masih berlangsung di Gaza, yang telah merenggut puluhan ribu nyawa warga sipil Palestina dan banyak negara menganggapnya sebagai genosida.

Dalam momen yang disebut sebagai ‘hadiah spesial’, Netanyahu menyerahkan surat tersebut di atas meja makan, seraya memuji upaya Trump. “Dia [Trump] sedang menciptakan perdamaian, dari satu negara ke negara lain, dari satu kawasan ke kawasan lain,” ujar Netanyahu.

Ia melanjutkan, “Saya ingin memberikan kepada Anda, Tuan Presiden, surat yang saya kirim ke Komite Nobel, saya mencalonkan Anda untuk Hadiah Nobel Perdamaian, dan itu memang pantas Anda dapatkan.”

Trump tampak terkejut sekaligus tersanjung menerima nominasi tak terduga itu. “Saya tidak tahu tentang ini. Wow. Terutama dari Anda, ini sangat berarti. Terima kasih banyak, Bibi,” kata Trump, menggunakan panggilan akrab Netanyahu.

‘Pencitraan’ di Tengah Konflik Gaza

Momen ‘pencalonan’ ini segera menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama aktivis hak asasi manusia (HAM) dan pengamat internasional. Banyak yang menilai langkah Netanyahu tidak lebih dari pencitraan politik murahan dan tidak etis.

Baca Juga:  KPK Telusuri Aliran Uang Rp2,8 Miliar dari Kediaman Orang Dekat Bobby Nasution

Hal ini mengingat data Kementerian Kesehatan Gaza yang dikutip PBB, menunjukkan bahwa perang di Gaza telah menewaskan lebih dari 57.000 orang, mayoritas adalah warga sipil, termasuk anak-anak kecil.

Kritik mempertanyakan, bagaimana mungkin seseorang yang memimpin serangan tak henti-hentinya terhadap rumah sakit, sekolah, dan kamp pengungsi, dapat dengan santai mengusulkan orang lain sebagai pembawa damai?

post-cover

Kunjungan Netanyahu ke Washington sendiri bertujuan untuk membahas kelanjutan negosiasi gencatan senjata 60 hari antara Israel dan Hamas yang sedang berlangsung di Qatar.

Trump sendiri memang dikenal memiliki ambisi kuat untuk meraih Nobel Perdamaian. Ia beberapa kali menyindir bahwa dirinya lebih layak mendapatkan penghargaan tersebut dibanding tokoh-tokoh sebelumnya. Kini, dengan konflik Gaza sebagai latar belakang, Trump melihat peluang besar untuk ‘menyelamatkan dunia’ sekaligus memperkuat kampanye politiknya.

Trump berharap kesepakatan gencatan senjata yang ditawarkan Qatar bisa menjadi batu loncatan menuju kemenangan diplomatik yang akan mendongkrak citranya di mata dunia. Gencatan senjata itu mencakup pembebasan sandera dan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza.

Namun, salah satu poin krusial yang masih menjadi perdebatan adalah apakah gencatan senjata ini akan mengakhiri perang secara keseluruhan, sesuatu yang hingga kini belum disepakati oleh Netanyahu maupun Hamas.

Visi Kontroversial: Gaza sebagai ‘Riviera Timur Tengah’

Salah satu ide Trump yang paling kontroversial adalah proposalnya pada Februari lalu: menjadikan Gaza sebagai ‘Riviera of the Middle East’. Ide ini mencakup pengusiran warga Palestina dari Jalur Gaza dan pembangunan wilayah tersebut menjadi kawasan wisata elite.

Baca Juga:  Puan Anggap Pengoplosan Gas Subsidi Bentuk Kejahatan Terhadap Rakyat Kecil

Proposal yang dinilai penuh dengan corak kolonialisme modern ini sempat menimbulkan gelombang protes internasional, dan hingga kini belum secara resmi dibahas lagi. Namun, ketika ditanya kembali pada Senin malam, Netanyahu mengatakan bahwa hal itu merupakan bagian dari ‘pilihan bebas’.

“Kalau orang ingin tinggal, silakan. Kalau ingin pergi, mereka harus bisa pergi. Itu seharusnya tidak menjadi penjara,” ujarnya, sebuah pernyataan yang disamakan dengan melihat jalur Gaza yang terus dibombardir siang malam sebagai tempat yang bisa ditinggalkan begitu saja seperti sebuah hotel.

Kritik Internasional Menguat

Langkah Netanyahu mencalonkan Trump untuk Nobel Perdamaian dinilai sebagai bentuk kemunafikan terang-terangan.

Di saat dunia menyaksikan kehancuran Gaza yang semakin parah, dan ketika organisasi-organisasi internasional mulai menyebut aksi Israel sebagai bentuk kejahatan perang, Netanyahu justru mencoba menormalkan narasi bahwa Trump adalah penyelamat.

Usulan ini bukan hanya dianggap konyol, tetapi juga dinilai sebagai penghinaan terhadap nilai-nilai perdamaian itu sendiri.

Apapun hasil dari negosiasi di Doha nanti, satu hal tampak jelas: panggung perdamaian kini sedang dipakai sebagai alat tawar-menawar politik pribadi. Di tengah hancurnya Gaza dan duka jutaan rakyat Palestina, Netanyahu dan Trump justru sibuk mengatur pencitraan global.