Wednesday, 03 July 2024

Pakar Dorong Skema Cost Recovery untuk Genjot Produksi Migas

Pakar Dorong Skema Cost Recovery untuk Genjot Produksi Migas


Direktur Center for Energy Policy, Muhammad Kholid Syeirazi mengatakan, skema cost recovery di industri minyak dan gas bumi (migas) perlu dilanjutkan. Demi mendukung pencapaian target lifting migas 1 juta barep per hari (barrels oil per day/bopd) pada 2030.

“Misalnya kita punya program untuk menggenjot 1 juta barel per hari produksi minyak pada 2030, tapi tidak didukung cost  recovery itu tidak mungkin. Itu mustahil,” kata Kholid, Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Saat ini, kata Kholid, sumur-sumur migas di dalam negeri tergolong mature alias tua, sehingga perlu biaya besar untuk mempertahankan produksi. Kondisi ini hanya bisa diraih melalui skema cost recovery.

“Sumur-sumur kita sudah tua, sudah uzur. Butuh biaya besar untuk mempertahankan produksi. Ibarat manusia, semakin tua semakin besar biaya yang dibutuhkan untuk menjaga kesehatan dan kecantikan,” kata Kholid.

Meski begitu, Kholid mengingatkan, kondisi saat ini, jauh lebih menantang ketimbang masa lalu. Saat ini, semakin sulit mencari sumber minyak baru dan semakin dalam. Dan, pencariannya semakin ke timur dan semakin offshore.

Selain itu, lanjut Kholid, sumur-sumur di Indonesia sekarang sudah lebih banyak air dibandingkan minyak. Dengan demikian, untuk mengangkat minyak tersebut, membutuhkan usaha dan teknologi yang mahal.

Karena itulah, sangat wajar jika terdapat kontraktor yang ingin kembali berubah dari skema gross split menjadi cost recovery.  Tanpa cost recovery, kontraktor migas seperti tidak mendapat insentif untuk merambah ke wilayah green field atau sumur dan cadangan baru. Mereka akan lebih senang bermain di area brown field atau sumur-sumur yang sudah dikembangkan.

“Makanya ketika skema cost recovery berubah menjadi gross split, sangat tidak menarik bagi kontraktor hulu migas. Dan jika itu terjadi terus-menerus, pada saatnya bisa  membuat penerimaan negara dari sektor migas menurun,” pungkas Kholid. 

Baca Juga:  Masuk Daftar BPK terkait Anggaran Perjalanan Dinas Bermasalah, Ini Penjelasan Bapanas

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VI dengan PT Pertamina (Persero) pekan lalu misalnya, Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro mengatakan, sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia menunjukkan tanda-tanda akan mengalami kenaikan produksi. Untuk itu, dibutuhkan dukungan untuk memperbaiki fiscal term di sektor hulu migas. Melalui perbaikan fiscal term, diharapkan bisa mendorong optimalisasi produksi migas.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto membenarkan adanya rencana perubahan di sejumlah wilayah kerja migas. Dari sebelumnya gross split menjadi cost recovery. “Karena gross split, terasa betul KKKS tidak bisa bergerak melaksanakan aktivitas. Oleh karena itu, mereka mengajukan perubahan ke cost recovery,” kata Dwi.

Pendiri ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto pun sependapat. Dicontohkan Blok Rokan, ada rencana merubah skema kontrak bagi hasil dari gross split menjadi cost recovery.

Menurut Pri, skema gross split bakal memberatkan Pertamina Hulu Rokan untuk melanjutkan investasi besar-besaran di blok tersebut. “Sebenarnya memang tidak pernah cocok gross split untuk lapangan yang masih butuh pengembangan berisiko dan kapital besar,” jelas Pri.