Saturday, 12 October 2024

Penguin Langka Tersasar 3.000 Km ke Selandia Baru, Sempat Dikira Boneka

Penguin Langka Tersasar 3.000 Km ke Selandia Baru, Sempat Dikira Boneka

Seekor penguin tersasar ke Selandia Baru, sekitar 3.000 kilometer dari habitatnya di Kutub Selatan.

Penguin jenis Adelie (Pygoscelis adeliae) ini pertama kali ditemukan oleh Harry Singh saat dia dan istrinya sedang berjalan-jalan di pantai kawasan Birdlings Flat, 45 kilometer sebelah selatan Kota Christchurch.

“Pertama saya mengira itu boneka. Tapi tiba-tiba penguin tersebut menggerakkan kepalanya, baru saya menyadari itu penguin sungguhan,” kata Harry kepada BBC.

Penguin tersebut belakangan dinamai Pingu oleh para warga setempat.

Keberadaan Pingu sendiri terbilang langka karena selama ini hanya ada tiga penampakan penguin jenis Adelie yang tercatat di Selandia Baru.

Saat ditemukan di pantai, Pingu tampak tersesat dan sendirian sebagaimana terlihat dalam tayangan rekaman video yang diunggah Harry Singh ke media sosial Facebook.

“Dia tidak bergerak selama satu jam… dan (terlihat) keletihan,” ujar Singh.

Karena penguin itu tidak berenang ke laut, Singh khawatir hewan tersebut bisa menjadi target binatang predator di pantai. Singh lantas memanggil para penyelamat penguin.

“Kami tidak mau penguin itu berada di dalam perut anjing atau kucing,” cetusnya.

Singh akhirnya dapat menghubungi Thomas Stracke, sosok yang merawat penguin di sebelah selatan Selandia Baru selama 10 tahun.

Stracke terkejut ketika mendapati bahwa penguin itu jenis Adelie, spesies yang hanya hidup di kawasan Antartika.

Stracke, bersama seorang dokter hewan, kemudian menyelamatkan Pingu.

Bobot tubuh kurang dan dehidrasi

Serangkaian tes darah yang dilakukan terhadap Pingu menunjukkan bobot tubuh penguin tersebut sedikit kurang dan mengalami dehidrasi. Pingu lalu diberikan cairan dan makanan melalui selang khusus.

Begitu kondisinya segar bugar, Pingu akan dilepaskan ke sebuah pantai di Semenanjung Banks yang tidak ada anjing berkeliaran.

Penemuan penguin Adelie di Selandia Baru hanya tercatat tiga kali. Dua peristiwa sebelumnya terjadi pada 1962 dan 1993.

Para pakar berpendapat bahwa ada pertanda buruk jika masyarakat Selandia Baru semakin sering menyaksikan penguin Adelie di masa mendatang.

“Menurut saya, jika kita mulai kedatangan penguin Adelie setiap tahun, sesuatu berubah di laut yang kita perlu pahami,” papar Prof Philip Seddon, guru besar zoologi di Universitas Otago kepada The Guardian.

“Lebih banyak kajian akan memberikan kita pemahaman lebih banyak ke mana penguin pergi, apa yang mereka lakukan, tren populasinya seperti apa. Intinya mereka akan memberitahu kita mengenai kesehatan ekosistem bahari secara umum,” ujar Prof Seddon.