Sunday, 06 July 2025

Rusia Resmi ‘Restui’ Taliban, China Langsung Nyaut: Afghanistan Tak Boleh Dipinggirkan

Rusia Resmi ‘Restui’ Taliban, China Langsung Nyaut: Afghanistan Tak Boleh Dipinggirkan


Rusia, negara besar yang kerap bikin kejutan, akhirnya resmi mengakui pemerintahan Taliban di Afghanistan pada Jumat (4/7/2025). Ini bukan sekadar pengumuman biasa, ini sinyal politik yang bisa mengubah peta diplomasi global.

Tak butuh waktu lama, China langsung menyambut keputusan Moskow. Dalam pernyataan resminya, Beijing dengan tegas menyatakan dukungannya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, blak-blakan: “Sebagai tetangga Afghanistan yang bersahabat, pihak China selalu percaya bahwa Afghanistan tidak boleh dikecualikan dari komunitas internasional.”

Pernyataan ini muncul setelah Rusia mencetak sejarah sebagai negara besar pertama yang secara terbuka ‘merestui’ kekuasaan Taliban. Kelompok militan ini, perlu diingat, kembali berkuasa sejak 2021 setelah menggulingkan pemerintahan yang didukung Barat, meninggalkan Kabul dalam kekacauan.

Baca Juga:  Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah Dinilai Memicu Revisi UU

China Sudah ‘Mesra’ Duluan

Meski belum memberikan pengakuan resmi layaknya Rusia, China sebenarnya sudah lebih dulu ‘mesra’ dengan Taliban. Beijing bahkan telah menampung duta besar Taliban di wilayahnya. Hubungan diplomatik aktif antara kedua belah pihak sudah terjalin.

“Tidak peduli bagaimana situasi internal atau eksternal berubah di Afghanistan, hubungan diplomatik antara China dan Afghanistan tidak pernah terputus,” tegas Mao, seolah ingin menunjukkan betapa kokohnya jalinan mereka.

Sang jubir itu menambahkan, kedutaan kedua negara terus berfungsi normal, dan Kedutaan China di Kabul disebut berperan positif dalam mendorong pengembangan hubungan bilateral.

Taliban Butuh Duit, China Punya Syarat

Saat ini, Taliban memang sedang ‘mati-matian’ berupaya mendapatkan pengakuan internasional. Bukan cuma soal gengsi, tapi juga demi menarik investasi asing. Maklum, Afghanistan butuh duit segunung untuk membangun kembali negara yang luluh lantak akibat empat dekade konflik, termasuk invasi Uni Soviet pada 1979-1989.

Baca Juga:  Usai OPM Bunuh Satu Prajurit, TNI Tutup Seluruh Akses di Wilayah Jayawijaya

Namun, China, meskipun mendukung, tetap punya syarat. Beijing menyerukan adanya reformasi politik, peningkatan keamanan, dan perbaikan hubungan regional sebagai ‘jalur tol’ menuju pengakuan diplomatik penuh terhadap Taliban. Artinya, restu penuh dari China tak datang gratisan.

Langkah Rusia dan respons China ini jelas akan memicu perdebatan sengit di panggung global. Akankah negara-negara lain menyusul jejak Moskow? Atau justru makin mengucilkan Taliban? Yang jelas, drama Afghanistan masih belum usai.