Wednesday, 03 July 2024

Skandal Kredit dan KAP Bermasalah Bayangi Bank Mayapada

Skandal Kredit dan KAP Bermasalah Bayangi Bank Mayapada

Di balik dugaan skandal penyimpangan kredit di Bank Mayapada senilai Rp1,3 triliun, milik anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Dato Sri Tahir, ternyata laporan keuangannya mencurigakan.

Dalam laporan keuangan 2022 dan 2021, biaya promosi Bank Mayapada selalu dilaporkan turun di ujung kuartal. Alhasil, biaya umum dan administrasinya ikut turun.

Celakanya lagi, kantor akuntan publik (KAP) yang mengaudit laporan keuangan Bank Mayapada, ternyata berkasus. Mereka adalah KAP Kosasih, Nurdiyaman, Mulyadi, Tjahjo dan rekan (Crowe Horwath International).

Diduga melakukan manipulasi laporan keuangan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha, atau Wanaartha Life yang mengalami gagal bayar. Asal tahu saja, terbongkarnya kasus Wanaartha ini, ada kaitannya dengan kasus korupsi Asuransi Jiwasraya yang dibongkar Kejaksaan Agung (Kejagung).

Pada 24 Februari 2022, OJK membatalkan surat tanda terdaftar KAP itu. Tak hanya sanksi dari OJK, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga membekukan izin Akuntan Publik Nunu Nurdiyaman mulai 28 Februari 2023 sampai 30 Mei 2024 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KM.1/2023 tanggal 31 Januari 2023 tentang Sanksi Pembekuan Izin Kepada Akuntan Publik Nunu Nurdiyaman.

Jadi, wajar bila publik juga mencurigai laporan keuangan MAYA banyak ‘polesan’. Alias tidak jujur. Karena menggunakan jasa auditor yang bermasalah.

Dalam catatan 35 di laporan keuangan Bank Mayapada tahun 2022, biaya promosi di kuartal I, tercatat Rp158,77 miliar. Selanjutnya meroket menjadi Rp311,47 miliar di kuartal II-2022. Kenaikannya hampir 100 persen. Di kuartal III-2022, naik lagi menjadi Rp408,85 miliar.

Akan tetapi, biaya promosi di kuartal IV-2022 justru terjun bebas menjadi Rp48,04 miliar. Turunnya 8,5 kali lipat ketimbang kuartal sebelumnya.

Alhasil, biaya umum dan administrasi Bank Mayapada ini, ikut turun. Per 31 Desember 2022, sebesar Rp764,31 miliar. Lebih rendah ketimbang kuartal III-2022 yang mencapai Rp889,52 miliar.

Baca Juga:  Puncak Lalin Idul Adha, Jasamarga: 200 Ribu Kendaraan Tinggalkan Jabodetabek

Laporan keuangan 2021 pun sama saja. Dikutip dari www.idx.co.id, biaya promosi di kuartal I-2021 sebesar Rp169,69 miliar. Kuartal II-2021 naik menjadi Rp311,80 miliar. Kuartal III-2021, biaya promosi dalam pos umum dan administrasi melonjak Rp516,85 miliar. Namun di ujung 2021, merosot hanya Rp40,18 miliar.

Sedangkan biaya umum dan promosi di kuartal III-2021 mencapai Rp968,35 miliar. Pada 31 Desember 2021 turun Rp667,93 miliar. Susutnya lebih dari Rp300 miliar.

Sejauh ini, dalam laporan keuangan Bank Mayapada, tidak ditemukan penjelasan terkait penyebab turunnya biaya promosi yang angkanya jumbo di ujung kuartal itu. Tentu saja ada sesuatu di baliknya.

Bank Mayapada yang dikendalikan Dato Sri Tahir alias Ang Tjoen Ming itu, sejatinya bercokol sejumlah bankir top. Thomas Arifin, salah satunya, menjabat Wakil Direktur Utama Bank Mayapada. Dia pernah menjadi Managing Director Bank Mandiri, serta Managing Director OCBC-NISP.

Mengingatkan saja, dugaan penyimpangan Bank Mayapada berawal dari kredit macet Ted Sioeng, pengusaha pendiri Sioeng Group, senilai Rp1,3 triliun sepanjang 2014-2021.

Karena macet, Bank Mayapada menyita aset Ted dan melaporkannya ke kepolisian. Ted dan putrinya ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, ada yang aneh. Bagaimana mungkin Bank Mayapada menggelontorkan kredit kepada debitur yang masuk kategori macet (Ted Sioeng), selama 7 tahun (2014-2021).

Kemudian, Ted Sioeng melayangkan surat kepada Menko bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD. Dalam surat tersebut, Ted mengaku setor duit ke Dato Sri Tahir, setiap kali menerima kucuran kredit. Total setorannya mencapai Rp525 miliar.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencium gelagat aneh terkait kucuran kredit Bank Mayapada yang diawasi OJK sepanjang 2017-2019. Pinjaman senilai Rp4,3 triliun berkali-kali digelontorkan kepada sejumlah debitur bermasalah.

Baca Juga:  Biang Kerok Stagnasi Ekonomi Jokowi Berlanjut ke Praboowo, Ekonom Senior Tunjuk Kemenperin

Selain itu, BPK menemukan Bank Mayapada melanggar batas maksimum penyaluran kredit atau BMPK, terhadap 4 korporasi hingga Rp23,56 triliun.

Atas laporan ini, anggota BPK, Achsanul Qosasih justru mempertanyakan pihak-pihak yang kebakaran jenggot. Sejauh ini, laporan BPK punya standar operasional yang jelas, serta profesional. “Jika ada pelanggaran BMPK di perbankan (swasta atau BUMN), ya itu temuan BPK,” pungkasnya.