Wednesday, 03 July 2024

SYL Sebut Jokowi Pernah Jadi Bawahannya

SYL Sebut Jokowi Pernah Jadi Bawahannya


Mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) menyebutkan jika Joko Widodo (Jokowi) sempat menjadi bawahannya sebelum menjadi Presiden RI.

Peristiwa itu terjadi ketika SYL menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) disaat dirinya menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Selatan (Susel). Saat itu, Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Hal ini disampaikan SYL sebagai saksi mahkota dalam sidang dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi pejabat eselon Kementan di Pengadilan Tipikor, Senin (24/6/2024). Ketika merespons pertanyaan, Ketua Majelis Hakim Tipikor Rianto Adam Pontoh terkait proses pengangkatan menteri melalui jalur parpol NasDem.

“Saudara diangkat jadi menteri Pertanian melalui jalur parpol atau karena dari parpol atau dari mana saudara diangkat, usulan?” tanya hakim di ruang sidang.

“Secara profesional, saya birokrat, saya ketua asosiasi gubernur se-Indonesia dua periode dan Pak Jokowi sebelum jadi presiden adalah Gubernur DKI di bawah saya dan secara profesional saya kira itu jadi bagian dari referensi saya,” kata SYL.

“Yang kedua adalah tentu dari partai,” sambung SYL.

Kemudian, Hakim Rianto menanyakan jabatan SYL di parpol sebelum menjabat sebagai Mentan. SYL mengaku sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Nasdem.

“Saudara saat itu juga sudah jadi anggota partai Nasdem?” tanya hakim.

“Partai NasDem, siap,” katanya.

“Apakah di NasDem ada jabatan? saat diusul jadi menteri?” tanya hakim lagi.

“Saya salah satu wakil ketua,” jawab SYL.

“Salah satu wakil ketua Partai Nasdem ya?” ucap hakim.

“Iya,” singkat SYL.

Pada kasus ini, Dalam dakwaan JPU KPK, SYL memerintahkan Kasdi dan Hatta untuk melakukan pengumpulan uang secara paksa dari para pejabat eselon I dan jajarannya di Kementan. Dalam rentang waktu 2020 hingga 2023, mereka dapat mengumpulkan uang upeti sebesar Rp44,5 miliar.

Baca Juga:  PDIP Tunggu Hasil Survei Internal Tentukan Jagoan di Pilgub Jateng

“Terdakwa juga menyampaikan adanya jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI yang harus diberikan kepada terdakwa,” ucap Jaksa KPK.

Apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan SYL tersebut, JPU mengatakan bahwa SYL akan menyampaikan kepada jajaran dibawahnya bahwa jabatan mereka dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan, atau diberhentikan.

Selain itu, jika ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan SYL tersebut, terdakwa meminta pejabat itu agar mengundurkan diri dari jabatannya.

Jaksa merincikan penerimaan uang saweran SYL Cs dari masing-masing instansi di Kementan dalam rentang waktu tahun 2020 hingga 2023  yakni Setjen Kementan Rp4,4 miliar, Ditjen Prasarana dan Sarana Rp5,3 miliar, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Rp1,7 miliar, dan Ditjen Perkebunan Rp3,8 miliar, Ditjen Hortikultura Rp6,07 miliar.

Selain itu, Ditjen Tanaman Pangan Rp6,5 miliar, Balitbangtan/ BSIP Rp2,5 miliar, Rp282 juta, Badan Karantina Pertanian Rp6,7 miliar, dan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan Rp6,8 miliar.

Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi dan keluarga SYL. Adapun rinciannya untuk kebutuhan pribadi SYL sebesar Rp3,3 miliar, untuk keluarganya Rp992 juta dan istrinya, Ayu Sri Harahap Rp938 juta.

Selain itu, untuk partai NasDem Rp40 juta, kado undangan Rp381 juta, kebutuhan lain-lain Rp 974 juta, acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada Rp16,6 miliar, dan charter pesawat Rp3,03 miliar. Serta, bantuan bencana alam/ sembako Rp3,5 miliar, keperluan ke luar negeri Rp6,9 miliar, umroh Rp1,8 miliar dan hewan kurban Rp57 juta.